Selamat Datang

Mudah-mudahan dapat memberi manfaat

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1434 H

Semoga semangat hijrah senantiasa tertanam dalam diri kita agar hari ini jauh lebih baik dari hari kemarin...

Save Palestine

Doakan saudara-saudara kita yang tertindas di Palestina dan dukung perjuangan mereka

Free Palestine

Bebaskan Palestina dari cengkraman Yahudi

Drama Islami

Mahasiswa STAI Al-Azhar Makassar, yang mengadakan kegiatan Drama Islami dan diikuti dari berbagai jurusan. Kegiatan ini dalam rangka mengokohkan hubungan persaudaraan dan kerjasama antar kelompok.

12 December 2012

Fatwa Hukum Memberikan Suara dalam Referendum UUD Mesir

http://theislamicfarrightinbritain.files.wordpress.com/2012/02/sheikh-abdul-rahman-al-barrak.jpgSyekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak, adalah ulama sepuh di Arab Saudi yang sangat disegani. Beliau mengeluarkan fatwa terkait dengan referendum UU Mesir yg menimbulkan polemik di kalangan Islamiyyin Mesir, antara yg pro dan kontra dalam hal partisipasi memberikan suara di dalamnya... Cukup menarik cara beliau melihat sudut pandangnya. [Abdullah Haidir]

Segala puji hanyalah bagi ALLah, sholawat dan salam atas hamba dan Rasul-Nya Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Amma bakd.


Telah sampai kepadaku terjadinya perbedaaan pendapat di antara saudara kami para Ahli Sunnah di Mesir seputar permasalahan pemberian suara dalam Referendum UUD Mesir. Perbedaan diantara mereka adalah seputar hukumnya : apakah haram, boleh atau bahkan wajib. Sebagaimana diketahui bahwa setiap mereka memiliki hujjah dan dalil untuk menguatkan pendapatnya. Dan saya telah mengkaji dalil dan hujjah mereka, dan sepanjang yang saya dapati cara beristidlal (berhujjah dengan dalil) sama-sama kuat yang mungkin membuat bingung mereka yang mengkajinya.

Dan awal timbulnya perbedaan dalam hal ini adalah disebabkan:

1. Adanya dalam UUD ini “pasal kekufuran” yang semua saudara kita tidak berbeda pendapat seputar kebatilannya, serta haramnya menaruh pasal tersebut dalam kondisi sukarela tanpa paksaan.
 

2. Adanya dalam UUD ini pasal kebaikan yang akan mendekatkan penegakan hukum syariah. Pasal inilah yang membuat kaum oposisi tidak rela adanya penegakan syariah melalui UUD ini.

Yang tergambar bagiku setelah mengkaji beragam paradigma dan cara berpikir saudara-saudara kami ahli Sunnah, bahwa hukum pemberian suara untuk mendukung UUD ini jika tidaklah wajib maka boleh (jaiz). Dan hal tersebut sama sekali tidak termasuk dalam kategori  mengakui dan meridhoi kekufuran. Hal ini tidak lebih dari bab menolak keburukan yang lebih berbahaya dari keburukan yang ada, serta memilih hal yang dianggap lebih ringan kerusakannya (akhoffu dororain).


Dan tidak ada lagi dihadapan kaum muslimin yang akan memberikan suara kecuali hal ini, atau justru hal yang lebih buruk lagi. Dan bukanlah bagian dari hikmah (kebajikan), baik secara logika maupun syar’i , ketika kita meninggalkan sebuah urusan (referendum),  yang hal ini akan memberikan kesempatan bagi golongan batil  yang terdiri dari kaum kafir dan munafiq untuk mewujudkan keinginan mereka.
 

Tidak ragu lagi bahwa mereka yang bersemangat untuk menegakkan syariah – yang memang menjadi komitmen setiap yg beriman kepada Allah dan RasulNya – meskipun mereka berbeda pendapat dalam urusan referendum ini, sesungguhnya mereka adalah para mujtahidun sehingga urusan  mereka seputar antara mendapatkan satu atau dua pahala. Tetapi (yang lebih penting lagi) adalah wajib bagi mereka bersungguh-sungguh untuk menyatukan barisan kaum muslimin dihadapan musuh yang tidak menginginkan Islam tegak di negeri mereka.

Dan aku tidak melihat ada perbedaan signifikan antara pemilihan Presiden dengan referendum UUD ini. Sesungguhnya setiap yang berakal dan memahami realita mengetahui sepenuhnya bahwa presiden muslim yang terpilih ini, tidak mampu menegakkan syariah secara dominan, apalagi mewujudkan penegakan syariah sepenuhnya sebagaimana yang diinginkan mereka kaum muslimun yang sholih dan ikhlas. Hal ini disebabkan karena ada kekuatan dan simbol-simbol kebatilan yang telah menguasai negeri ini, begitu pula disebabkan karena kondisi masyarakat internasional yang dikelola PBB yang disetiri oleh Amerika.

Presiden Mesir yang terpilih saat ini – semoga Allah SWT senantiasa menjaganya dan memberikan taufik-, ia tidak memiliki pendukung di tengah masyarakat internasional, maka dukung dan bantulah ia agar mampu menegakkan syariah sesuai dengan kemampuannya, dan loloskanlah UUD ini yang Presiden saat ini –dengan keterbatasannya- belum bisa membuat yang lebih baik dari yang ada.

Dan engkau sekalian sama-sama mengetahui, bahwa meninggalkan pemberian suara dalam referendum UUD ini, akan memudahkan musuh baik dari dalam maupun luar,  dan hal inilah yang selalu dinanti-nantikan mereka dari kalian. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan antara kalian (kaum muslimin).
 

Sudah sama dipahami bahwa tidak ada seorangpun dari kalian meridhoi atas pasal-pasal di UUD ini yang bertentangan dengan syariah, akan tetapi meloloskan UUD ini (menang dlm Referendum -ed) adalah sebuah hal yang teramat mendesak (dhorurot), untuk menghindari kondisi yang lebih buruk lagi.
 

Seandainya seorang dari kalian diminta memilih siapa yang akan memerintah negeri diantara Komunis atau Nashrani, maka secara syar’i dan logika pasti akan memutuskan untuk memilih yang paling ringan keburukan dan permusuhannya terhadap kaum muslimin.

Sebuah hal yang sama dipahami, bahwa sebuah kewajiban yang tidak mampu untuk dikerjakan (karena kondisi dan situasi tertentu), pada dasarnya hukumnya bukan lagi wajib.  


Dan kaum muslimin sepenuhnya bersama kalian dengan hati-hati mereka dan kesungguhan mereka. Maka janganlah perbedaan diantara kalian menjadi sebab terhapusnya impian mereka. Aku memohon kepada Allah agar Ia mengilhamkan kepadamu petunjuk, dan menyatukan hati-hati kalian.
 

Dan jika memang ditakdirkan masih tersisa perbedaan diantara kalian, maka wajib berhati-hati jangan sampai memperlambat/menghalangi orang-orang yang akan memberikan suara, dan juga berhati-hati jangan sampai ada saling menyerang, mengkafirkan, mencap sebagai pengkhianat, dan mengolok-olok yang lain. Karena tidaklah hal berdosa sebuah perbedaan antara mujtahid, tetapi dosa ada pada permusuhan dan pembangkangan.  Semoga Allah SWT melindungi kalian dari hal yang demikian, serta memperbaiki hati dan niat kalian, meluruskan pikiran kalian, dan memenangkan agama-Nya melalui diri kalian.


  وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وآله وصحبه
Sumber: PKS Piyungan

26 November 2012

Perbedaan Antara Qadha dan Qadar

http://www.alkul.com/online/2012/11/1/5/__online.jpgBismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah swt. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan teladan kita Muhammad saw. kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, sampai hari pembalasan.

Ikhwah dan teman-teman pembaca budiman...kali ini kita akan sedikit membahas tentang perbedaan antara Qadha (قضاء) dan Qadar (قـدر) dengan maksud mudah-mudahan bisa menambah wawasan dan pemahaman aqidah kita. Amiiiiin....

Ulama' berbeda pendapat dalam masalah perbedaan antara Qadha dan Qadar. Setidaknya terbagi dalam dua kelompok pendapat.
Kelompok pertama, mereka berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara Qadha dan Qadar karena setiap dari keduanya memiliki makna yang sama dalam penggunaannya dalam kalimat. Apabila salah satu dari keduanya disebutkan maka itu juga meliputi yang lain, dan inilah pendapat yang kuat menurut ulama' karena beberapa hal:
  • Orang yang membedakan antara keduanya, mereka tidak memiliki dalil yang jelas dari Qur'an maupun Sunnah yang membahas secara rinci hal ini.
  • Penggunaan salah satu dari keduanya dalam kalimat yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan antara ke-2nya.
  • Bahwasanya tidak ada manfaat dalam membedakan kedua kata itu karena sudah disepakati bahwa jika disebutkan salah satunya berarti meliputi yang lain, dan juga tidak adanya larangan dalam menyamakan keduanya.
Kelompok kedua, mereka yang membedakan antara Qadha dan Qadar, namun kelompok ini sendiri berbeda dalam menjelaskan perbedaan Qadha dan Qadar ini dan tidak adanya pendapat yang menarik kecuali pendapat yang mengatakan...
"bahwasanya Qadha itu sesuatu yang telah terjadi, dan apa-apa yang belum terjadi itulah Qadar"

Wallahu a'lam...

Note: Qadha' (keputusan) Qadar (takdir/ketetapan)
Sumber

25 November 2012

Hukum Shalat sambil Membaca Mushaf

http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/182065_493795347319215_1457803990_n.jpgBismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah swt. yang senantiasa memberikan berbagai macam nikmat-Nya kepada kita. Shalawat dan salam kita curahkan kepada suri teladan kita Nabi Muhammad saw., sahabatnya, keluarga dan seluruh orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya.

Sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang shalat, baik imam ataupun shalat sendiri, untuk membaca surah Al-Fatihah di setiap raka'at dalam shalat fardhu maupun sunnah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب) متفق عليه)

"Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca surah Al-Fatihah" (HR. Bukhari-Muslim)
dan membaca surah setelah Al-Fatihah merupakan sunnah mu'akkadah dalam setiap dua rakaat awal dalam shalat.


Adapun membaca Al-Quran dengan menggunakan mushaf dalam shalat, maka kita lihat penjelasan berikut ini:
  1. Tidak disyari'atkan untuk membaca mushaf dalam shalat-shalat FARDHU, karena tidak adanya contoh dari Rasulullah saw. demikian juga tidak seorangpun dari sahabatnya yang pernah menggunakan mushaf dalam shalat. Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah saw. bahwa "hendaknya yang menjadi imam itu adalah orang yang paling banyak hafalannya" (HR. Bukhari) jadi, dengan banyaknya hafalan ia tidak lagi menggunakan mushaf dalam shalatnya. Para ulama juga memakruhkan dan tidak ada keringanan dalam hal ini. Bahkan madzhab Abu Hanifah mengatakan shalat orang yang menggunakan mushaf itu batal, kalaupun shalat itu sah namun dihukumi makruh karena tidak menjaga sunnah-sunnahnya seperti melihat ke t-4 sujud dan hanya fokus pada bacaannya. OLEH karena itu, bagi saudara-saudaraku yang bersemangat untuk memanjangkan bacaan shalat Fardhunya namun tidak memiliki hafalan yang cukup, hendaknya membaca apa yang mudah baginya, dan jika sekiranya hanya menghafal satu surah maka itu saja yang ia ulang-ulangi.
  2. Adapun dalam shalat-shalat sunnah, maka tidak berdosa dan tidak apa-apa menggunakan mushaf, terlebih lagi dalam shalat2 malam, Qiyam Ramadhan. Sementara menurut madzhab Syafi'i dan Hambali membolehkan membaca mushaf dalam shalat sunnah maupun fardhu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi dari 'Aisyah.
 عن عائشة زوج النبي - صلى الله عليه وسلم - أنها كان يؤمها غلامها ذكوان في المصحف في رمضان
"Dari 'Aisyah istri Nabi saw. bahwasanya dia memerintahkan Zakwan untuk mengimami anak-anaknya dengan menggunakan mushaf pada bulan Ramadhan".

Az-Zuhri pernah ditanya tentang orang yang membaca mushaf dalam qiyam Ramadhan, lalu dia menjawab: "itu adalah pilihan bagi kita untuk menggunakan mushaf".
Imam Ahmad bekata: "Tidak apa-apa bagi orang yang shalat sambil melihat mushaf. Lalu ditanya, dalam shalat fardhu? Beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar hal itu".

Semoga bermanfaat Kawand...

Sumber

20 November 2012

Pantai Pamboang, Majene











19 November 2012

Hubungan antara Dosa dan Bencana

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِي اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

Ma’assyirol muslimin, rahimakumullah
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhannahu wa Ta'ala yang telah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang beriman, yang telah menunjuki kita shiratal mustaqim, jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah ditempuh orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah, dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.
Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, semoga shalawat dan salam selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau dengan baik hingga hari kiamat.

Selanjutnya dari atas mimbar ini, perkenankanlah saya menyampaikan wasiat kepada saudara-saudara sekalian dan kepada diri saya sendiri, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala selama sisa umur yang Allah karuniakan kepada kita, dengan berusaha semaksimal mungkin menjauhi larangan-laranganNya dan melaksanakan perintah-perintahNya dalam seluruh aktivitas dan sisi kehidupan. Sungguh kita semua kelak akan menghadap Allah sendiri-sendiri untuk mempertang-gungjawabkan seluruh aktivitas yang kita lakukan. Pada hari itu, hari yang tidak diragukan lagi kedatangannya, yaitu hari kiamat, tidak akan bermanfaat harta benda yang dikumpul-kumpulkan dan anak yang dibangga-banggakan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim, hati yang betul-betul bersih dari syirik sebagaimana firmanNya dalam Surat Asy-Syu’aro ayat 88-89:
(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’ara’: 88-89)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullahDalam kesempatan khutbah Jum’at kali ini saya akan membahas tentang hubungan antara dosa dan bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Allah juga berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 112:
Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”

Seorang ulama’ yang bernama Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberi ulasan terhadap kedua ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala’ dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat dan pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah” (Jalan Golongan Yang Selamat, 1998:149)

Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya becana alam berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain-lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan aman, tenteram dan sejahtera, hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional manusia. Sehingga, solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh kebaikan dan kepadaNya lah dikembalikan segala urusan.

Bila umat manusia masih terus menerus menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-laranganNya, maka bencana demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti sehingga mereka betul-betul bertaubat kepada Allah.

Ikhwani fid-din rahimakumullah
Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita. Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara terbuka dan merata di tengah-tengah masyarakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi demikian juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi serta pembunuhan tanpa alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari.

Pertanyaannya sekarang, mengapa segala kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang agung dari Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab dan paling mampu untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan efisien. Karena pemerintah memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan, meskipun kewajiban mengingkari kemungkaran itu merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ.
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Namun harus diketahui bahwa memberantas kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya dilakukan oleh individu-individu, karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi. Sehingga kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu, khalifah umat Islam yang ketiga:
“Sesungguhnya Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan Al-Qur’an”
Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tugas utama sebuah pemerintahan, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu Taimiyah: 171-173).

Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka sebagai akibatnya Allah akan menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشَكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابَ لَكُمْ.
Artinya: “Demi Allah yang diriku berada di tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan”.

Demikian pula Allah menegaskan di dalam QS. Al-Maidah ayat: 78-79, bahwa salah satu sebab dilaknatnya suatu bangsa adalah bila bangsa tersebut meninggalkan kewajiban saling melarang perbuatan mungkar yang muncul di kalangan mereka.
Artinya: “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat”

Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan demikian supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala bidang dan selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan para pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan mungkar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan-larangan dalam seluruh aspek kehidupan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.


Materi disampaikan pada hari Jum'at 13 Juli 2012
di Masjid Al-Fath Pontada Sorowako.

Agar Kebaikan kita Senantiasa Terjaga

Bismillahirrahmanirrrahim...

http://menitijalanyglurus.files.wordpress.com/2011/09/kebaikan.jpg?w=500Ikhwah Fillah, Rahimakumullah
Setiap orang pasti mengharapkan sesuatu yang bisa membuatnya senantiasa berada dalam kebaikan. Mengharapkan agar selalu istiqamah dalam mengerjakan kebaikan-kebaikan, bahkan meng harapkan mati dalam keadaan husnul khatimah (happy ending). Di samping itu Allah Swt. juga memerintahkan kita dalam salah satu ayat yang sering kita dengar, "Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim/berserah diri." (QS. Ali Imran: 102)

Ayat tersebut sangat jelas bahwa kita diperintahkan untuk senantiasa istiqamah dalam kebaikan. Namun, kita sadari hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, bahkan kita tidak tahu cara untuk mempertahankan kebaikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan kita bahas tentang cara menjaga kebaikan kita senantiasa terjaga.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran: 164
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

Ayat ini secara global berbicara tentang pola dan materi dakwah Rasulullah saw. yang secara korelatif dapat ditemukan ayat yang semakna dengannya dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an, di antara adalah surah Al-Jumu'ah ayat 2, ditambah dengan proses pencerdasan dengan ilmu pengetahuan yang dinyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 151 "Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."

Paling tidak dapat dirumuskan, ada 4 tanggungjawab dan kewajiban seorang da'i agar kebaikan itu senantiasa terjaga.
  1. Menyampaikan ajaran Allah dan memperkenalkannya kepada seluruh manusia. Inilah yang diistilahkan dengan tahapan tabligh.
  2. Mensucikan jiwa mereka melalui tahapan tazkiyah.
  3. Mengajarkan mereka dalam sebuah proses dan mekanisme ta'lim yang tersusun dan berkesinambungan. dan...
  4. Mencerdaskan mereka dengan tatsqif.
Keempat hal di atas, selain merupakan tugas pokok seorang da'i terhadap orang lain, sesungguhnya harus dimaknai sebagai sebuah peringatan yang sangat berharga yang harus diimplementasikan dalam bentuk muhasabah (evaluasi) dan muhafazhah (pemeliharaan). Muhasabah dan muhafazhah merupakan dua proses yang harus senantiasa mengiringi kehidupan para da'i agar dia tidak larut dengan aktivitas untuk kebaikan orang lain dan melupakan pengokohan dan peningkatan kualitas dirinya dalam berbagai aspek.

Betapa amaliah muhasabah dan muhafazhah merupakan amaliah yang padu yang sangat urgent bagi para da'i di tengah kritikan dan cibiran mereka yang memang sejak dari awal apriori terhadap aktivitas dakwah.
Dalam hal ini, komitmen seorang da'i dalam menjadikan Al-Qur'an sebagai referensi dalam segala aktivitas dakwah, akan memberikan dua kekuatan sekaligus, yaitu quwwah nafsiyyah (kekuatan spiritual) dan quwwah khuluqiyyah (kekuatan moralitas), dan memang keberhasilan dakwah ditentukan oleh dua potensi tersebut. Karena kekuatan spiritual merupakan bukti kedekatannya dengan Allah Swt., sementara kekuatan moralitas merupakan cermin penerimaan dakwahnya di tengah-tengah umat.

Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya "Fiqh Dakwah", proses meraih dua kekuatan tersebut harus melalui tahapan yang hampir sama dengan tugas para da'i. Tahapan atau proses tarqiyyah (peningkatan) dan muhafazhah (pemeliharaan) kebaikan para da'i tersebut adalah: pertama, proses tathhir, yakni pembersihan diri dari segala dosa dan maksiat. Kedua, proses tazkiyah, yaitu memperkuat diri dengan amal-amal ketaantan. Ketiga, tarqiyyah, yaitu meningkatkan kualitas jiwa hingga mencapai derajar wara' dalam segala hal.

Untuk meraih kekuatan moralitas bisa dicapai melalui 4 tahapan, di antaranya:
  1. Tathhir, yaitu dengan membersihkan diri dari sikap emosional dan keras kepala.
  2. Tazkiyah, yaitu mensucikan akhlak dan perilaku dengan komitmen bersama adab-adab Islam.
  3. Tarqiyyah, meningkatkan akhlak dengan mengambil suri-tauladan akhlak Rasulullah saw.
  4. Tauthin dan tatsbit, yaitu pembumian dan pengokohan akhlak-akhlak Islami dalam diri yang tercermin dalam semua keadaan.
Sehingga dengan penuh keyakinan dan percaya diri seorang da'i melaungkan (menyerukan dengan suara nyaring dan keras) sikap yang disebutkan dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yusuf: 108).

Sumber: Buku Tafsir Da'awi

18 July 2012

Kisah Ikhwanul Muslimin [3], Konstitusi Baru

http://al-ikhwan.net/wp-content/uploads/2012/06/mursi-dan-militer-3-copy.jpg
Presiden Mursi saat serah-terima Jabatan


al-ikhwan.net - Keempat, konspirasi itu semakin terang benderang, ketika pada 18 Juni-atau sehari setelah pelaksaan pilpres putaran kedua– SCAF mengumumkan Deklarasi Konstitusi Baru yang mempreteli sejumlah kewenangan presiden. Antara lain, melucuti kewenangan presiden sebagai pemimpin tertinggi militer dan kepolisian. Kekuasaan atas militer tetap berada di tangan SCAF.

Lewat deklarasi itu, posisi petinggi MK juga diamankan. Kewenangan presiden menunjuk ketua MK dihapuskan. Sebelum presiden ba ru dilantik, SCAF memfasilitasi pemilihan ketua MK lewat majelis hakim agung. Yang terpilih adalah Maher el-Beheiry, yang mulai menjalankan tugasnya pada 1 Juli, hampir bersamaan dengan permulaan masa tugas presiden baru.

Di deklarasi itu dibuat klausul yang menyatakan SCAF tetap memegang kekuasaan parle men. Bahkan, memungkinkan SCAF lebih lama lagi menggenggam kekuasaan parlemen. Sebab, parlemen baru harus dipilih sebulan setelah adanya konstitusi baru. Sementara, konstitusi baru itu harus dibuat oleh Majelis Konstitusi -yang bisa diganti di tengah jalan oleh SCAF– dan harus pula disetujui referendum.

Langkah militer membubarkan parlemen dan memreteli kekuasaan presiden ini, kemudian membuat massa kembali turun ke jalanjalan untuk menyuarakan protes, termasuk berkumpul ke Tahrir Square. Namun, Ikhwanul Muslimin memilih tak bereaksi berlebihan. Kendati tak setuju dengan pembubaran parlemen, para tokoh Ikhwan menyatakan menghormati hukum. Bahkan, saat kekuasaan presiden dilucuti, Muhammad Mursi berkata kepada Aljazeera, “Saya cinta militer.”

Kelima, KPU menunda pengumuman hasil pilpres putaran kedua. Seharusnya, pengumuman dilakukan 20 Juni. Tapi, KPU menunda dengan alasan untuk memeriksa komplain para kandidat. Saat itu, muncul spekulasi bahwa militer akan mensabotase hasil pilpres yang memenangkan Mursi. Hitung cepat dan penghitungan paralel sejumlah lembaga rata-rata memenangkan Mursi dengan 52 persen dan Shafiq 48 persen.

Sampai di sini, massa kembali turun ke jalan. Bahkan, ribuan orang bahkan sampai ber kemah di Tahrir Square, seolah mempersiapkan diri untuk mencetuskan revolusi jilid kedua.
Tapi, ketegangan tersebut berakhir antikli maks, ketika pada 24 Juni, Ketua KPU, Faruq Sultan, menyatakan komplain terhadap hasil pemilu di 400-an TPS, tidak mengubah hasil pemilu. Sehingga, Faruq Sultan pun akhirnya mengumumkan Muhammad Mursi sebagai pemenang pilpres putaran kedua.

Kisah Ikhwanul Muslimin [2], Sabotase

http://al-ikhwan.net/wp-content/uploads/2012/06/mursi-dan-tahris-2.jpg
Pesan Presiden untuk rakyat Mesir
al-ikhwan.net - Perjalanan Ikhwanul Muslimin mencapai puncak piramida politik Mesir tidaklah mudah. Berbagai peristiwa yang provokatif, konspiratif, bahkan dinilai sebagai kudeta terselubung, menyertainya. Tapi, toh, Ikhwanul Muslimin tak terbendung.
Upaya penggagalan tersebut terlihat intensif dan sistematis pascakemenangan Ikhwanul Muslimin dalam pemilu parlemen. Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (the Supreme Council of the Armed Force/SCAF) bersama Mahkamah Konstitusi (MK) dan para hakim agungnya, melakukan move-move politiskonspiratif yang mengatasnamakan hukum dan konstitusi.

Pertama, diskualifikasi Khairat el-Shater, calon presiden kharismatis yang diusung Ikhwanul Muslimin. Alasannya, Khairat masih ber status terpidana politik era Mubarak. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mendiskualifikasi Shater adalah Faruq Sultan, yang juga ketua MK. Buntutnya, Ikhwanul Muslimin kemudian memajukan calon cadangan: Muhammad Mursi.

Kedua, pemberian kesempatan kepada loyalis Mubarak untuk memperebutkan kekuasaan. Sebelum proses pendaftaran calon presiden, sebenarnya parlemen telah meloloskan Undang-Undang (UU) Isolasi Politik. Lewat UU ini, semua tokoh di era rezim Mubarak, dilarang mencalonkan diri sebagai presiden selama 10 tahun ke depan, terhitung sejak tumbangnya Mubarak pada 11 Februari 2011. UU ini kemudian disahkan SCAF-yang ber peran sebagai eksekutif masa transisi.

Pengesahan UU tersebut, mengancam pencalonan Ahmad Shafiq, marsekal yang pernah menjadi perdana menteri di akhir kekuasaan Mubarak. Tapi, Shafiq kemudian mengajukan banding ke KPU. Dan, KPU yang dipimpin Faruq Sultan, ternyata mampu bertindak di atas UU. Sebab, KPU kemudian menerima banding itu, sehingga Shafiq tetap bisa menjadi kontestan pemilu presiden.

Ketiga, setelah pemilu presiden digelar, tak ada yang meraih suara mayoritas. Sehingga, pemenangnya harus ditentukan melalui me lalui putaran kedua. Ada dua calon yang maju ke pu taran kedua, yaitu Mursi dan Shafiq. Di te ngah pro ses tersebut, Shafiq yang melanggar UU Iso lasi Politik, kembali dipersoalkan ke MK. Dan Faruq, kembali pasang badan untuk Shafiq.

Pada 14 Juni 2012, Faruq Sultan selaku ketua MK, menyatakan Shafiq tetap bisa maju dalam pilpres putaran kedua. Sebab, UU Isolasi Politik, bertentangan dengan konstitusi. Bukan hanya itu. Pada hari itu juga, MK mengumumkan bahwa aturan pengisian ang gota parlemen di UU Pemilu Parlemen melanggar konstitusi. Keputusan ini berbuntut pembubaran parlemen.

UU Pemilu Parlemen menyatakan sepertiga ang gota parlemen dipilih berdasarkan sis tem distrik berwakil tunggal (FPTP)-dengan peserta pemilu perseorangan– dan dua pertiganya dipilih dengan sistem proporsional daftar –dengan partai sebagai peserta pemilu. Namun, untuk pemilihan dengan sistem FPTP itu, orang partai boleh maju secara perseorangan.

UU Pemilu Parlemen disusun oleh SCAF pada September 2011, atau dua bulan sebelum pemilu parlemen. Semula, SCAF membuat klausul yang menyatakan 50 persen anggota parlemen dipilih dengan sistem proporsional daftar, dan 50 persen lainnya dengan FPTP. SCAF mensyaratkan, 50 persen anggota parlemen yang dipilih dengan FPTP itu, adalah orang independen nonpartisan.

Langkah SCAF tersebut mendapat tentangan dari hampir seluruh kekuatan politik saat itu. SCAF akhirnya merevisi UU Parlemen. Kaplingnya menjadi dua pertiga dipilih dengan proporsional daftar, dan sepertiga di pilih de ngan FPTP di mana orang partai boleh juga menjadi kontestannya di jalur perseorangan itu.
MK menyatakan justru di situlah pelanggarannya. Sebab, sepertiga anggota parlemen yang dipilih dengan sistem FPTP itu, seharusnya adalah orang independen nonpartisan. Karena ternyata juga diisi orang partai, MK menyatakan sepertiga kursi parlemen menjadi tidak sah.

Yang harus dilakukan pascaputusan MK, menurut sejumlah pakar konstitusi, adalah memilih ulang sepertiga anggota parlemen yang dinyatakan tidak sah. Tapi, berbekal putusan MK, SCAF kemudian membubarkan parlemen. Buntutnya, kekuasaan legislatif yang semula lepas ke tangan sipil lewat pemilu, kembali ke tangan para jenderal di SCAF.

Kisah Ikhwanul Muslimin [1]

http://www.mediaindonesia.com/spaw/uploads/images/article/image/20120625_072909_Mohamed-Morsi.jpgal-ikhwan.net - Sempurna. Kata ini pantas disematkan kepada Ikhwanul Muslimin di Mesir. Betapa tidak, semua lembaga yang dipilih dalam pesta demokrasi, dimenangkan Ikhwanul Muslimin. Mulai dari majelis rendah (Majlis al Sha’ab/DPR), majelis tinggi (Majlis al-Shura/Senat), hingga lembaga ke presidenan. Sabtu, 30 Juni, Muhammad Mursi, dilantik sebagai presiden.

Pelantikan Mursi, mencatat sejumlah sejarah baru di negeri seribu menara itu. Pertama, inilah kali pertama Mesir dipimpin presiden yang dipilih melalui proses yang demokratis, bukan demokrasi semu seperti pemilu presiden yang sudah-sudah. Kantor Berita BBC menyebutnya pemilu presiden itu sebagai the fully democratic poll in Egyptian history.

Kedua, inilah kali pertama tokoh Ikhwanul Muslimin menjadi orang nomor satu di Mesir, sejak organisasi tersebut didirikan Hasan al- Banna, 84 tahun silam. Muhammad Mursi adalah salah seorang pemimpin eksekutif Ikhwa nul Muslimin, dan ketua Partai Kebebasan dan Keadilan (Freedom and Justice Party, FJP), sayap politik organisasi legendaris itu.

Ketiga, inilah kali pertama Mesir dipimpin presiden berlatar belakang sipil, sejak negara itu berbentuk republik pada 1952. Mursi meru pa kan presiden kelima di era republik. Empat presiden sebelumnya berlatar belakang militer. Mereka adalah Muhammad Najib (1953-1954), Jamal Abdul Nasir (1956-1970), Anwar Sadat (1970-1981), dan Husni Mubarak (1981-2011)

Penetapan Awal Ramadhan

http://www.voa-islam.com/timthumb.php?src=/photos2/edit-ramadhan.jpg&h=235&w=355&zc=1JAKARTA (VoA-Islam) – Kemungkinan besar, penetapan awal Ramadhan 1433 H, antara dua arus besar NU dan Muhammadiyah kembali berbeda. Meski Ramadhan tinggal beberapa hari hari,  Pengurus Pusat Muhammadiyah menetapkan tanggal 1 Ramadan atau hari pertama puasa jatuh pada 20 Juli 2012. Keputusan itu tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab, Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah Tahun 1433 Hijriah.

Dalam maklumat disebutkan, berdasarkan hasil hisab, PP Muhammadiyah menetapkan tanggal 1 Ramadan 1433 H jatuh pada hari Jumat Kliwon atau 20 Juli 2012 Masehi. Adapun hari Idul Fitri 1 Syawal 1433 H jatuh pada hari Ahad Kliwon, 19 Agustus 2012 M.
Berbeda dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) bisa dipastikan akan menetapkan awal Ramadhan jatuh pada 21 Juli 2012. Perbedaan penentuan awal Ramadan itu disebabkan karena adanya perbedaan dalam pendekatan cara penentuan tanggal. Jika Muhammadiyah menggunakan metode hisab rukyah, NU dengan rukyatul hilal.

Rukyatul hilal adalah melihat hilal dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik. Sedangkan hisab adalah metode perhitungan. Sesuai dengan perhitungan, Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan 2012 jatuh pada 20 Juli 2012. Sedangkan ormas NU kemungkinan besar sehari setelahnya atau 21 Juli. Pemerintah sendiri baru akan menggelar sidang isbat penentuan awal Ramadan pada 19 Juli mendatang.
Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Izzuddin menyatakan, pada 29 Sya''ban nanti diperkirakan posisi hilal (bulan) masih di bawah 2 derajat sehingga NU memilih menggenapkan umur Sya''ban menjadi 30 hari. Diperkirakan, posisi hilal masuk kategori sulit dilakukan rukyat atau dilihat dengan mata telanjang.

“Pada 1 Ramadan berpotensi jatuh pada Sabtu 21 Juli 2012,” katanya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kata Izzuddin, penetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah diperkirakan juga sama, yaitu menggunakan metode rukyat seperti halnya yang dilakukan oleh NU. Sebelum penentuan itu, pemerintah akan melaksanakan sidang isbat (penetapan) terlebih dulu,” ujar Izzudin.

Seruan PP Muhammadiyah
Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab, Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah Tahun 1433 Hijriah, yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin ini juga berisi sembilan imbauan, khususnya kepada warga Muhammadiyah untuk mengisi bulan penuh berkah atau Ramadan dengan ibadah dan kegiatan yang bermanfaat.
"Kami mengimbau umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, untuk mengggairahkan dan mendorong anak-anak, remaja, dan angkatan muda untuk meningkatkan ibadah puasa Ramadan dan ibadah-ibadah makhdhah lainnya."

Selain itu, PP Muhammadiyah juga meminta industri hiburan, baik media cetak maupun elektronik, untuk mengedepankan nilai-nilai moral dan kebaikan serta tidak menjual komoditi pornografi dan pornoaksi.