Presiden Mursi saat serah-terima Jabatan |
al-ikhwan.net - Keempat, konspirasi itu semakin
terang benderang, ketika pada 18 Juni-atau sehari setelah pelaksaan
pilpres putaran kedua– SCAF mengumumkan Deklarasi Konstitusi Baru yang
mempreteli sejumlah kewenangan presiden. Antara lain, melucuti
kewenangan presiden sebagai pemimpin tertinggi militer dan kepolisian.
Kekuasaan atas militer tetap berada di tangan SCAF.
Lewat deklarasi itu, posisi petinggi MK juga diamankan. Kewenangan
presiden menunjuk ketua MK dihapuskan. Sebelum presiden ba ru dilantik,
SCAF memfasilitasi pemilihan ketua MK lewat majelis hakim agung. Yang
terpilih adalah Maher el-Beheiry, yang mulai menjalankan tugasnya pada 1
Juli, hampir bersamaan dengan permulaan masa tugas presiden baru.
Di deklarasi itu dibuat klausul yang menyatakan SCAF tetap memegang
kekuasaan parle men. Bahkan, memungkinkan SCAF lebih lama lagi
menggenggam kekuasaan parlemen. Sebab, parlemen baru harus dipilih
sebulan setelah adanya konstitusi baru. Sementara, konstitusi baru itu
harus dibuat oleh Majelis Konstitusi -yang bisa diganti di tengah jalan
oleh SCAF– dan harus pula disetujui referendum.
Langkah militer membubarkan parlemen dan memreteli kekuasaan presiden
ini, kemudian membuat massa kembali turun ke jalanjalan untuk
menyuarakan protes, termasuk berkumpul ke Tahrir Square. Namun, Ikhwanul
Muslimin memilih tak bereaksi berlebihan. Kendati tak setuju dengan
pembubaran parlemen, para tokoh Ikhwan menyatakan menghormati hukum.
Bahkan, saat kekuasaan presiden dilucuti, Muhammad Mursi berkata kepada
Aljazeera, “Saya cinta militer.”
Kelima, KPU menunda pengumuman hasil pilpres putaran kedua.
Seharusnya, pengumuman dilakukan 20 Juni. Tapi, KPU menunda dengan
alasan untuk memeriksa komplain para kandidat. Saat itu, muncul
spekulasi bahwa militer akan mensabotase hasil pilpres yang memenangkan
Mursi. Hitung cepat dan penghitungan paralel sejumlah lembaga rata-rata
memenangkan Mursi dengan 52 persen dan Shafiq 48 persen.
Sampai di sini, massa kembali turun ke jalan. Bahkan, ribuan orang
bahkan sampai ber kemah di Tahrir Square, seolah mempersiapkan diri
untuk mencetuskan revolusi jilid kedua.
Tapi, ketegangan tersebut berakhir antikli maks, ketika pada 24 Juni,
Ketua KPU, Faruq Sultan, menyatakan komplain terhadap hasil pemilu di
400-an TPS, tidak mengubah hasil pemilu. Sehingga, Faruq Sultan pun
akhirnya mengumumkan Muhammad Mursi sebagai pemenang pilpres putaran
kedua.