19 November 2012

Agar Kebaikan kita Senantiasa Terjaga

Bismillahirrahmanirrrahim...

http://menitijalanyglurus.files.wordpress.com/2011/09/kebaikan.jpg?w=500Ikhwah Fillah, Rahimakumullah
Setiap orang pasti mengharapkan sesuatu yang bisa membuatnya senantiasa berada dalam kebaikan. Mengharapkan agar selalu istiqamah dalam mengerjakan kebaikan-kebaikan, bahkan meng harapkan mati dalam keadaan husnul khatimah (happy ending). Di samping itu Allah Swt. juga memerintahkan kita dalam salah satu ayat yang sering kita dengar, "Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim/berserah diri." (QS. Ali Imran: 102)

Ayat tersebut sangat jelas bahwa kita diperintahkan untuk senantiasa istiqamah dalam kebaikan. Namun, kita sadari hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, bahkan kita tidak tahu cara untuk mempertahankan kebaikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan kita bahas tentang cara menjaga kebaikan kita senantiasa terjaga.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran: 164
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

Ayat ini secara global berbicara tentang pola dan materi dakwah Rasulullah saw. yang secara korelatif dapat ditemukan ayat yang semakna dengannya dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an, di antara adalah surah Al-Jumu'ah ayat 2, ditambah dengan proses pencerdasan dengan ilmu pengetahuan yang dinyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 151 "Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."

Paling tidak dapat dirumuskan, ada 4 tanggungjawab dan kewajiban seorang da'i agar kebaikan itu senantiasa terjaga.
  1. Menyampaikan ajaran Allah dan memperkenalkannya kepada seluruh manusia. Inilah yang diistilahkan dengan tahapan tabligh.
  2. Mensucikan jiwa mereka melalui tahapan tazkiyah.
  3. Mengajarkan mereka dalam sebuah proses dan mekanisme ta'lim yang tersusun dan berkesinambungan. dan...
  4. Mencerdaskan mereka dengan tatsqif.
Keempat hal di atas, selain merupakan tugas pokok seorang da'i terhadap orang lain, sesungguhnya harus dimaknai sebagai sebuah peringatan yang sangat berharga yang harus diimplementasikan dalam bentuk muhasabah (evaluasi) dan muhafazhah (pemeliharaan). Muhasabah dan muhafazhah merupakan dua proses yang harus senantiasa mengiringi kehidupan para da'i agar dia tidak larut dengan aktivitas untuk kebaikan orang lain dan melupakan pengokohan dan peningkatan kualitas dirinya dalam berbagai aspek.

Betapa amaliah muhasabah dan muhafazhah merupakan amaliah yang padu yang sangat urgent bagi para da'i di tengah kritikan dan cibiran mereka yang memang sejak dari awal apriori terhadap aktivitas dakwah.
Dalam hal ini, komitmen seorang da'i dalam menjadikan Al-Qur'an sebagai referensi dalam segala aktivitas dakwah, akan memberikan dua kekuatan sekaligus, yaitu quwwah nafsiyyah (kekuatan spiritual) dan quwwah khuluqiyyah (kekuatan moralitas), dan memang keberhasilan dakwah ditentukan oleh dua potensi tersebut. Karena kekuatan spiritual merupakan bukti kedekatannya dengan Allah Swt., sementara kekuatan moralitas merupakan cermin penerimaan dakwahnya di tengah-tengah umat.

Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya "Fiqh Dakwah", proses meraih dua kekuatan tersebut harus melalui tahapan yang hampir sama dengan tugas para da'i. Tahapan atau proses tarqiyyah (peningkatan) dan muhafazhah (pemeliharaan) kebaikan para da'i tersebut adalah: pertama, proses tathhir, yakni pembersihan diri dari segala dosa dan maksiat. Kedua, proses tazkiyah, yaitu memperkuat diri dengan amal-amal ketaantan. Ketiga, tarqiyyah, yaitu meningkatkan kualitas jiwa hingga mencapai derajar wara' dalam segala hal.

Untuk meraih kekuatan moralitas bisa dicapai melalui 4 tahapan, di antaranya:
  1. Tathhir, yaitu dengan membersihkan diri dari sikap emosional dan keras kepala.
  2. Tazkiyah, yaitu mensucikan akhlak dan perilaku dengan komitmen bersama adab-adab Islam.
  3. Tarqiyyah, meningkatkan akhlak dengan mengambil suri-tauladan akhlak Rasulullah saw.
  4. Tauthin dan tatsbit, yaitu pembumian dan pengokohan akhlak-akhlak Islami dalam diri yang tercermin dalam semua keadaan.
Sehingga dengan penuh keyakinan dan percaya diri seorang da'i melaungkan (menyerukan dengan suara nyaring dan keras) sikap yang disebutkan dalam Al-Qur'an,
"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yusuf: 108).

Sumber: Buku Tafsir Da'awi