Selamat Tahun Baru Hijriyah 1434 H
Semoga semangat hijrah senantiasa tertanam dalam diri kita agar hari ini jauh lebih baik dari hari kemarin...
Drama Islami
Mahasiswa STAI Al-Azhar Makassar, yang mengadakan kegiatan Drama Islami dan diikuti dari berbagai jurusan. Kegiatan ini dalam rangka mengokohkan hubungan persaudaraan dan kerjasama antar kelompok.
10 June 2010
Hikmah Disyari'atkan Khitan
Hikmah Disyari'atkan Khitan
Dari Abu Hurairah -Semoga Allah meridhainya- Rasulullah bersabda:
{الفطرة خمس - أو خمسة من الفطرة: الخِتاَن، وَاْلاِسْتِحْداَدُ، وتنف الإبط، وتقليم الأظفار، وقص الشارب } الخباري في صحيح، 5889
Artinya: “Fithrah manusia itu ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis” (HR. Bukhari, 5889).
Makna fitrah pada asalnya adalah tabiat yang semula sudah ada, dan yang dimaksu dengan hadits tersebut di atas adalah, "Jika 5 hal di atas dilakukan maka pelakunya disifati dengan fithrah sebagaimana Allah tetapkan demikian untuk para hambanya, dan juga Allah memotivasi hamba-Nya untuk melakukan, mencintai hal yang demikian, sehingga hamba tersebut memiliki sifat yang paling sempurna lagi mulia. Dalam sejumlah sifat yang lain disebutkan, "Lima hal yang teramsuk sunnah/kebiasaan".
Dan khitan maknanya adalah memotong, yaitu memotong kulub (kulit yang berlebih yang ada pada dzakar bagian depan. Adapun istihdad, adalah menggunakan alat potong untuk menghilangkan rambut yang ada di atas dan sekitar kemaluan laki-laki. Demikian juga rambut yang ada di sekitar kemaluan perempuan.
Sebuah majalah medis terkenal di Inggris, BMG, pernah menurunkan makalah tentang kanker kelamin dan penyebab-penyebabnya pada tahun 1986. Diantara keterangannya adalah, "Sesungguhnya kanker kelamin sangat kecil sekali terjadi di kalangan yahudi dan negeri-negeri muslim, sebab mereka ini melakukan khitan semenjak usia anak-anak. Dan data statistik medis menunjukkan bahwa kanker kemaluan yang terjadi pada kalangan yahudi tidak terjadi kecuali hanya terhadap 9 penderita saja dalam setahun."
Proses terjadinya kanker kelamin adalah ketika kemaluan tidak dikhitan, maka kulub yang ada di bagian depan kemaluan tersebut selalu menyisakan air kencing yang keluar. Air kencing tersebut membawa endapan-endapan yang dalam waktu yang lama akan menutupi bagian saluran air kencing sehingga menyebabkan dis-fungsi. Maka dengan dikhitannya kulub ini, kemungkinan mengendapnya sisa-sisa air kencing tidak ada lagi karena selalu dibersihkan setiap kali kencing. Sisa-sisa endapan air kencing inilah yang berdasarkan penelitian merupakan sebab utama terjadinya kanker kelamin.
Majalah "Al-Ma'had Al-Wathaniy lii Al-Sarthan" menurunkan berita tentang hasil penelitian yang menegaskan bahwa kanker kelamin bisa berpindah ketika berhubungan seks. Dan dengan hubungan seks dengan banyak pasangan bebas juga akan menyebabkan terjadinya kanker ini. Dalam dalam laporan buletin sebuah akademi untuk penyakit-penyakit anak-anak disebutkan bahwa sesungguhnya khitan adalah cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kanker kelamin.
Sebuah majalah Amerika untuk penyakit anak-anak juga menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas agama yang dianut kalangan muslimin (Islam) dan yahudi yang menegaskan mensyari'atkan khitan memiliki dampak yang sangat mendasar dalam memotivasi mereka untuk melaksanakan fithrah ini (khitan)". Dan dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu' bahwa Nabi Ibrahim --Alaihis Salam-- melakukan khitan ketika ia memasuki usia 80 tahun.
Sumber: Al-Arbaun Al-Ilmiyah" Abdul hamid Mahmud Thahmaz, Daar Al-Qalam
Hikmah Didahulukannya Pendengaran daripada Penglihatan Di Dalam Al-Qur'an
Manusia ketika hilang matanya, maka hilanglah segalanya, hidup dalam kegelapan sepanjang waktu, tidak bisa melihat apa-apa.
Akan tetapi kalau manusia kehilangan pendengarannya, maka dia masih bisa melihat. Pada saat itu, musibah yang ia derita lebih ringan daripada ia kehilangan mata.
Akan tetapi Allah ta'alaa ketika menyebutkan kata "pendengaran" dalam Al-Qur'an selalu didahulukan daripada penglihatan.
Sungguh, ini merupakan satu mu'jizat Al-Qur'an yang mulia. Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali.
Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam. Ini yang pertama.
Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. Ini yang kedua.
Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فَضَرَبْناَ عَلىَ آذَانِهِمْ فِي اْلكَهْفِ سِنِيْنَ عَدَدًا (الكهف: 11)
“Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent) (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.
Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat:
وما كنتم تستترون أن يشهد عليكم سمعكم ولا أبصاركم ولا جلودكم، ولكن ظننتم أن الله لا يعلمو كثيرا مما تعملون (فصلت: 22)
“Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan” (Q.S. Fushshilat: 22)
Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan "kulit" dalam bentuk jamak ? Padahal, bisa saja Allah mengatakannya:
أسماعكم ولا أبصاركم ولا جلودكم
“Pendengaran-pendengaran kalian, penglihatan-penglihatan kalian, dan kulit-kulit kalian”.
Dan memang konteks ayatnya adalah pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur'an yang mulia. Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak.
Jadi, mata memiliki kemampuan untuk memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran; setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak. Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat "pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.
Dan telinga tidak pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan.
Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah berhenti berfungsi.
Bersin dan Menguap
08 June 2010
Tafsir Ayat "Laa Ikraaha fiddiin"
تفسير قوله تعالى: لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ... الآية
مذكور في القرآن الكريم: لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ , فما معنى هذا؟
قد ذكر أهل العلم رحمهم الله في تفسير هذه الآية ما معناه: أن هذه الآية خبر معناه النهي، أي: لا تكرهوا على الدين الإسلامي من لم يرد الدخول فيه، فإنه قد تبين الرشد، وهو دين محمد صلى الله عليه وسلم وأصحابه وأتباعهم بإحسان، وهو توحيد الله بعبادته وطاعة أوامره وترك نواهيه مِنَ الْغَيِّ وهو دين أبي جهل وأشباهه من المشركين الذين يعبدون غير الله من الأصنام، والأولياء، والملائكة، والأنبياء، وغيرهم، وكان هذا قبل أن يشرع الله سبحانه الجهاد بالسيف لجميع المشركين إلا من بذل الجزية من أهل الكتاب والمجوس، وعلى هذا تكون هذه الآية خاصة لأهل الكتاب، والمجوس إذا بذلوا الجزية والتزموا الصغار فإنهم لا يكرهون على الإسلام؛ لهذه الآية الكريمة، ولقوله سبحانه في سورة التوبة: قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ[2] فرفع سبحانه عن أهل الكتاب القتال إذا أعطوا الجزية والتزموا الصغار. وثبت في الأحاديث الصحيحة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه أخذ الجزية من مجوس هجر، أما من سوى أهل الكتاب والمجوس من الكفرة والمشركين والملاحدة فإن الواجب مع القدرة دعوتهم إلى الإسلام، فإن أجابوا فالحمد لله، وإن لم يجيبوا وجب جهادهم حتى يدخلوا في الإسلام، ولا تقبل منهم الجزية؛ لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يطلبها من كفار العرب، ولم يقبلها منهم، ولأن أصحابه رضي الله عنهم لما جاهدوا الكفار بعد وفاته صلى الله عليه وسلم لم يقبلوا الجزية إلا من أهل الكتاب والمجوس، ومن الأدلة على ذلك قوله سبحانه: فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ[3] فلم يخيرهم سبحانه بين الإسلام وبين البقاء على دينهم، ولم يطالبهم بجزية، بل أمر بقتالهم، حتى يتوبوا من الشرك ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة، فدل ذلك على أنه لا يقبل من جميع المشركين ما عدا أهل الكتاب والمجوس إلا الإسلام وهذا مع القدرة، والآيات في هذا المعنى كثيرة. وقد صح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أحاديث كثيرة تدل على هذا المعنى منها قول النبي صلى الله عليه وسلم: ((أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله عز وجل)) متفق على صحته، فلم يخيرهم النبي صلى الله عليه وسلم بين الإسلام وبين البقاء على دينهم الباطل، ولم يطلب منهم الجزية، فدل ذلك أن الواجب إكراه الكفار على الإسلام، حتى يدخلوا فيه ما عدا أهل الكتاب والمجوس؛ لما في ذلك من سعادتهم ونجاتهم في الدنيا والآخرة، وهذا من محاسن الإسلام، فإنه جاء بإنقاذ الكفرة من أسباب هلاكهم وذلهم وهوانهم وعذابهم في الدنيا والآخرة إلى أسباب النجاة، والعزة والكرامة والسعادة في الدنيا والآخرة، وهذا قول أكثر أهل العلم في تفسير الآية المسئول عنها، أما أهل الكتاب والمجوس فخصوا بقبول الجزية والكف عن قتالهم إذا بذلوها لأسباب اقتضت ذلك، وفي إلزامهم بالجزية إذلال وصغار لهم، وإعانة للمسلمين على جهادهم وغيرهم، وعلى تنفيذ أمور الشريعة، ونشر الدعوة الإسلامية في سائر المعمورة، كما أن في إلزام أهل الكتاب والمجوس بالجزية؛ حملاً لهم على الدخول في الإسلام، وترك ما هم عليه من الباطل والذل والصغار؛ ليفوزوا بالسعادة والنجاة والعزة في الدنيا والآخرة، وأرجو أن يكون فيما ذكرنا كفاية وإيضاح لما أشكل عليكم. وأسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياكم وسائر المسلمين للفقه في الدين والثبات عليه، إنه خير مسئول، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.